A. Energi dalam olahraga
Energi
adalah daya untuk melakukan kerja. Meskipun diketahui dalam berbagai
bentuk, energi umumnya diukur dengan satuan panas kilokalori (kkal).
Energi ada dua bentuk, energi potensial dan energi kinetik.
Sumber
energi potensial diperoleh dimana-mana. Misalnya, badan peloncat yang
naik menuju papan loncat mempunyai energi potensial yang sangat besar.
Potensi untuk melakukan kerja ini secara jelas dipertunjukkan ketika
peloncat meninggalkan papan loncat dan turun dengan cepat ke kolam
dibawahnya. Energi potensial juga disimpan dalam bentuk seperti panas
dan listrik serta dalam susunan bahan kimia seperti bahan makanan.
Energi
kinetik adalah energi gerak, dan oleh karenanya dapat diamati dalam
kegiatan olahraga. Dalam atletik kita sering melihat pemindahan energi
potensial ke energi kinetik dengan cepat. Dalam contoh yang dikutip
sebelumnya, energi potensial pelompat secara cepat diubah bentuknya ke
dalam energi kinetik ketika gerakan turun terjadi. Demikian pula halnya
dengan pemain tengah belakang pada sepakbola yang berlari cepat ke
tengah lapangan mempertunjukkan energi kinetik tingkat tinggi.
Konsep
utama mengenai energi disimpulkan dalam hukum dasar fisika. Yakni,
energi tidak diciptakan maupun dirusak, tetapi ia dapat berubah bentuk.
Jadi, olahragawan tidak menciptakan energi, juga tidak merusak atau
membatasinya. Tetapi mereka secara terus menerus mengubah bentuk energi
kimia potensial ke energi mekanik kinetik. Perubahan bentuk energi
adalah dasar kegiatan otot.
B. Sistem Energi dalam Olahraga
a. Pengantar
Energi yang berasal dari pemecahan makanan digunakan untuk membentuk persenyawaan kimia adenosin triphospate
(ATP) yang ditimbun di dalam mitokondria otot, meskipun demikian jumlah
yang tertimbun dalam otot ini pun sangat terbatas, yaitu 4-6 mM/kg
otot. ATP tersebut hanya cukup untuk aktifitas cepat dan berat selama
3-8 detik, oleh sebab itu untuk aktifitas yang lama segera diperlukan
pembentukan ATP kembali (Fox, 1984:27).
Menurut Fox, (1988:15) Proses pembentukan kembali energi dalam otot, dapat diperoleh melalui 3 cara yaitu:
1. Sistem ATP-PC (Phospagen System)
2. Sistem asam laktat (Lactid Acid System)
3. Sistem Aerobik (Aerobic System)
b. Macam sistem energi
1. Sistem ATP-PC (Phospagen System)
Sistem
phospagen melibatkan phosphocreatin. Phosphocreatin ialah senyawa kimia
yang juga didapatkan di sel otot (Soekarman, 1991: 11). Phosphocreatin
(PC) jumlahnya sangat sedikit kira-kira empat kali banyaknya ATP, tetapi
PC memberikan sumbangan energi tercepat untuk membentuk ATP kembali.
Molekul ATP dan PC dalam otot hanya cukup untuk penyediaan energi dengan
aktifitas maksimum selama 20-30 detik (Bowers, 1982: 20). Aktifitas
maksimum tersebut seperti lompatan, tendangan, pukulan dan gerakan cepat
lainnya.
Meskipun
energi yang dapat timbul sangat sedikit, tetapi cadangan ini sangat
bermanfaat terutama untuk gerakan-gerakan mendadak. Reaksi pemecahan ATP
dan PC ini di dalam sel berlangsung sangat cepat, seketika ATP
digunakan PC akan segera terpecah dan membebaskan energi untuk membentuk
kembali ATP.
Menurut
bowers (1992: 79), setelah 60 detik istirahat, pemulihan ATP-PC sekitar
75% dan setelah 180 detik istirahat sekitar 98% ATP-PC telah dibentuk
kembali. Dengan karakteristik di atas tersimpul bahwa diperlukan latihan
yang tepat untuk meningkatkan cadangan dalam ATP-PC dalam otot.
2. Sistem Asam Laktat (Lactid Acid System)
Sistem
ini mengubah glukosa atau glikogen yang ada di sitoplasma sel otot
menjadi energi dan asam laktat. Sistem asam laktat terjadi bila
mitokondria mengalami kekurangan oksigen sehingga asam piruvat yang
semestinya masuk ke dalam mitokondria berubah menjadi asam laktat
(Brooks, 1985: 412-418).
Asam
laktat yang terbentuk dalam glikolisis anaerobik akan menurunkan pH
dalam otot maupun darah, sehingga akan menghambat kerja enzim atau
reaksi kimia dalam tubuh terutama dalam sel otot itu sendiri. Hambatan
ini menyebabkan kontraksi otot bertambah lemah dan akhirnya terjadi
kelelahan. (Janssen, 1989: 12; Soekarman, 1991: 16).
Soekarman (1991: 15) menyimpulkan ciri-ciri sistem asam laktat (glikolisis anaerobik) sebagai berikut :
- Menyebabkan terbentuknya asam laktat yang dapat mengakibatkan kelelahan.
- Tidak membutuhkan oksigen.
- Hanya menggunakan karbohidrat.
- Memberikan energi untuk resintesis beberapa molekul ATP saja.
3. Sistem Aerobik (Aerobic System)
Sistem energi secara aerobik merupakan proses pembentukan energi yang membutuhkan kehadiran oksigen O2 agar prosesnya dapat berjalan dengan sempurna untuk menghasilkan ATP.
Sistem
aerobik ini meliputi oksidasi karbohidrat, lemak dan protein yang
disimpan dalam sel. Proses oksidasi berlangsung di mitokondria.
(McArdle, 1986: 75). Energi (ATP) yang dihasilkan oleh proses oksidasi
ini, jauh lebih banyak dibandingkan dengan glikolisis anaerobik.
Oksidasi protein hanya terjadi pada keadaan sangat terdesak.
REFERENSI
Bompa
TO. 1994. Theory and Methodology of Training The Key to Athletic
Performance. 2nd Edition, Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company, Pp
2-14, 57-69, 213-257.
Bowers RW, Fox EL. 1992. Sport Physiology. New York: Wm C Brown Publishiner,
pp 185-218.
Brooks
GA, Fahey TD. 1985. Anaerobic Threshold: Review of The Concept and
Direction for Future Research. Med Sci Sport 17(1): 412-418.
Fox EL. 1984. Sport Physiology. 2nd Edition. Tokyo: Saunders College Publishing, pp
1-150, 202-230.
Fox
EL, Bowers RW, Foss ML. 1988. The Physiological Basis of Physical
Education and Athletic, 4th Edition. Philadelphia: Saunders College
Publishing, pp 12-82, 205-315.
Janssen PGJM. 1998. Training Lactate Pulse-Rate. New York: Polar Elektro of Publish, pp 12-24, 50-61, 81-105.
McArdle
WD, Katch FI. Exercise Physiology: Energy Nutrition and Human
Performance. 2nd Edition . Philadelphia: Lea & Fabiger, pp 80-125,
234-304.
Soekarman. 1991. Enersi dan sistem Predominan pada Olahraga. Jakarta: Komite Olahraga Nasional Indonesia Pusat, hal. 7-45.